Sabtu, 28 Maret 2015

ACEH PASCA KEMERDEKAAN INDONESIA

Bila kita mendengar berita Aceh sekarang adalah tentang penerapan hukum syariat Islam, otonomi khusus aceh, dan keistimewaan Aceh. Namun bila mendengar berita tentang aceh beberapa tahun yang lalu yang mendominasi adalah tentang kontak bersenjata antara aparat keamanan dan Gerakan Aceh Merdeka. Aceh telah mengalami konflik dan kekerasan yang berkepanjangan. Tidak terhitung berapa korban jiwa, orang-orang yang mengalami trauma, kerusakan benda, kerugian materi. Konflik berkepanjangan di Aceh baru berakhir dengan perundingan Helsinski pada 15 agustus 2005. Setelah itu masyarakat Aceh mulai berharap adanya kedamaian di bumi mereka.
Konflik aceh dengan pemerintah pusat pernah terjadi, pada masa orde lama, waktu itu masyarakat Aceh protes dimasukkannya Aceh dalam propinsi Sumatra Utara, padahal Aceh telah dijanjikan akan diberikan otonomi khusus termasuk pemberlakuan syariat lslam. Pemberontakan in dipimpin oleh Daud Beureuhreuh. Semula pemberontakan ini dihadapi dengan jalan militer namun akhirnya berakhir dengan damai, dimana Aceh diberi otonomi khusus untuk mengatur daerahnya.
Konflik di Aceh, mulai terjadi lagi pada masa orde baru, yang ditandai dengan lahirnya Aceh Sumatra National Liberation Front(ASNLF), yang kemudian menjadi Gerakan Aceh Merdeka, dengan tokonhnya Tengku Hasan tiro, yang memproklamirkan kemerdekaan Aceh dengan menyebut wilayahnya sebagai negara Aceh Sumatra, pada tanggal 4 desember 1976. Gerakan ini tidak banyak pengikutnya, sehingga dengan mudah dapat dihancurkan pemerintah dengan militer. Para tokohnya termasuk Tengku Hasan Tiro, kabur ke luar negeri. Setelah itu pemikiran separatisme, meminta kemrdekaan Aceh tetap ada walaupun tidak terlalu Nampak ke permukaan.
Pada tahun 1989, muncul gerakan yang menuntut keadilan dalam pembangunan, dan memprotes dampak negatif industrialisasi, seperti munculnya kemaksiatan, kriminalitas yang dianggap tidak sesuai dengan keadaan sosial budaya di Aceh. Oleh pemerintah gerakan ini disebut sebagai Gerakan Pengacau Keamanan, yang dianggap menghambat pembangunan. Sejak mei 1989, mulailah babak baru dalam konflik Aceh dengan dijadikannya Aceh sebagai Daerah Operasi Militer. Pada masa itu banyak terjadi pelanggaran. Hukum, keadilan tidak berlaku, yang ada adalah kekerasan militer. Pada masa itu rakyat Aceh mengalami kekerasan oleh militer. Terjadi juga penyekapan, pembunuhan, pemerkosaan, penyiksaan oleh militer kepada rakyat Aceh. Rakyat Aceh menderita karenanya. Pemberlakuan DOM ini juga melumpuhkan sector ekonomi dan pendidikan, terutama di daerah yang banyak menjadi korban DOM.
Sejak tahun 1998, pada masa pemerintahan B.J Habibi dicabutlah DOM di Aceh. Pencabutan ini seharusnya bisa membawa keadaan yang lebih baik bagi rakyat Aceh, namun keadaannya tidaklah begitu. Pencabutan tersebut tidak diikuti dengan rehabilitasi korban DOM, sehingga luka masyarakat aceh belum sembuh. Keadaan ekonomi, social, hokum di Acehpun belum diperbaiki oleh pemerintah. Keadaan ini dimanfaatkan oleh GAM untuk menarik simpati masyarakat, sehingga pengaruh GAMpun menguat. Kekerasan dan konflik di Acehpun malah mengalami peningkatan. Kebijakan pemerintah menyelesaikan masalah Aceh secara milter.
GAM pada periode ini merupakan lanjutan GAM periode sebelumnya dan orang yang secara ekonomi kurang baik. Struktur GAM lebih modern dan sistematis. Struktur GAM terdiri dari dua bagian utama yaitu petinggi GAM di Swedia, dan struktur operasional di Nangrgroe Aceh. Meskipun pada waktu itu sudah beberapa kali ada perundingan antara pemerintah RI dan GAM, namun tetap berlangsung konflik bersenjata.
Akar Masalah Konflik Aceh
Akar masalah di Aceh ada dua yaitu alasan ekonomi dan alasan sosial-budaya. Di Aceh terjadi ketidakterimaan masyarakat atas masalah ekonomi yaitu ketidakadilan ekonomi dalam pembagian atas hasil aset sumber daya alam. Aceh yang kaya akan sumber daya alam, hasilnya lebih banyak di ambil ke Jakarta, dalam pengelolaanpun aset-aset yang menghasilkan keuntunganpun masyarakat Aceh tidak diberi banyak kesempatan. Masyarakat aceh secara umum kurang memiliki kesejahteraan, kemiskinan, dan banyaknya pengangguran. Alasan ekonomi inilah yang menjadi alasan utama protes masyarakat Aceh, terhadap pemerintah pusat karena merasa diperlakukan tidak adil.
Selain alasan ekonomi, protes masyarakat Aceh juga karena alasan sosial budaya yaitu, masyarakat Aceh ingin budaya mereka yang kental dengan nuansa lslam lebih diterapkan dalam kehidupan. Secara turun-temurun masyarakat Aceh dikenal melaksanakan syariat lslam secara ketat sejak masa kerajaan, termasuk ketika mengalami puncak kejayaan pada masa kerajaan Aceh.
Adanya kekhasan budaya dari masyarakat aceh ini membentuk identitas khusus yang secara umum berbeda dengan identitas daerah lainnya di lndonesia, dan bertubrukan dengan identitas nasional.
Aspirasi orang Aceh tidak diperhatikan dengan baik oleh pemerintah orde baru, sehingga segala macam bentuk protes ditanggapi dan dianggap sebagai penghambat pembangunan yang harus dihilangkan. Pemerintah orde baru menanggapi hal ini secara kekerasan yaitu dengan cara militer, sampai akhirnya dijadikannya aceh sebagai daerah operasi militer. Penyelesaian secara kekerasan ini tidak menyelesaikan masalah. Hal inilah yang semakin meningkatkan protes berwujud kebencian masyarakat aceh terhadap pemerintah pusat. Ditambah pula pengelolaan pemerintahan yang terlalu sentralistis. Akibat adanya operasi militer malah mengakibatkan masyarakat aceh juga menghadapinya dengan kekerasan, dengan mempersenjatai diri.
Masyarakat aceh juga terkenal memilik semangat melawan yang tinggi, hal ini terlihat sejak jaman Belanda, dimana aceh merupakan daerah yang sulit sekali dan paling akhir ditaklukkan, semangat mereka didasari keyakinan berlandaskan islam yaitu bila mereka mati dalam peperangan akan mati syahid.
Sejarah Konflik di Aceh
Di Aceh sebenarnya pada jaman orla sudah ada konflik dengan pemerintah pusat, yang dipimpin oleh Daud bareuhreuh, seorang yang banyak berjasa pada republik lndonesia, seorang tokoh masyarakat Aceh, mantan gubernur militer Aceh, gerakan ini karena protes dimasukkannya aceh dalam propinsi Sumatra utara. Padahal aceh banyak berjasa pada republik lndonesia dalam perang mempertahankan kemerdekaan, dan presiden RI Soekarno sudah berjanji, Aceh akan diberi kebebasan dalam menjalankan Syariat lslam. Daud bareuhreuh kemudian menyatakan, memasukkan Aceh dalam wilayah DI/TII Kartosuwiryo. Semula gerakan ini dihadapi dengan militer namun akhirnya berakhir dengan diadakannya musyawarah kerukunan rakyat aceh, dengan ini berakhirlah gerakan ini. Pemerintah Indonesia kemudian memberikan status derah istimewa dengan otonomi yang luas. Hal ini kemudian diformalkan dalam UU No.18 tahun 1965, dimana Aceh memperoleh keistimewaan dalam hal agama, adat-istiadat, pendidikan.
Konflik Aceh yang ditunjukkan dengan berdirinya gerakan aceh merdeka dimulai dengan Gerakan Aceh Merdeka dengan tokohnya, Tengku Hasan Tiro, yang memploklamirka kemerdekaan Aceh pada 4 desember 1976. Pemberontokan ini dalam waktu singkat segara ditumpas pemerintah dengan senjata, Tengku Hasan Tiro dan tokoh-tokoh lainnya kemudian melarikan diri ke luar negeri ke berbagai negara, hingga akhirnya menetap dan menjadi warga negara Swedia. Walaupun sudah ke luar negeri namun Hasan Tiro masih mengembangkan pemikiran dan memimpin GAM. Ketidakterimaan masyarakat Aceh juga karena karena diberlakukannya UU No.5 tahun 1974 tentang pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan di daerah, yang diikuti penghapusan UU No.18 tahun 1965, yang dipahami rakyat Aceh sebagai pencabutan status Aceh sebagai derah istimewa yang memiliki otonomi dalam mengatur daerahnya.
Walaupun telah ditumpas namun pada kenyataannya GAM, masih berkembang di masyarakat. Dalam waktu singkat sesuai dengan kondisi masyarakat Aceh, GAM segera mendapat simpati masyarakat Aceh karena memberikan harapan. Sebenarnya perjuangan GAM tidak dilandasi oleh keagamaan. Tuntutan utama GAM adalah pemisahan wilayah atau kemerdekaan aceh dari lndonesia. Tuntutan ini terus berlangsung selama konflik bersenjata sampai masa reformasi. Dalam perjuangannya GAM di aceh menggunakan cara militer, yaitu menyerang aparat keamanan, menyerang symbol-simbol pemerintah. Ketika konflik aceh yang berkepanjangan berlangsung, mengakibatkan korban jiwa di kedua belah pihak, ketakutan, kerugian materi yang banyak.
Orde baru dengan soehartonya telah ditumbangkan oleh reformasi, pendekatan terhadap GAMpun berubah. Ketika reformasi aceh sebagai daerah operasi militer dicabut, operasi militerpun sedikit mengendur. Selain menggunakan pendekatan militer, pemerintahpun menggunakan jalur perundingan dengan GAM. Pada proses perundingan tahun 2000-2002, beberapa kali terjadi pelanggaran dan gagal. Bagi pemerintah, NKRI adalah hal yang tidak bisa ditawar, bagi GAM kemerdekaan adalah tuntutan yang tidak bisa ditawar, namun pada akhirnya pemerintah lndonesia dan GAM sama-sama melunak, pemerintah menerima opsi penyelesaian dengan syarat, Aceh tetap menjadi bagian NKRI, GAM pun pada akhirnya tidak menginginkan kemerdekaan, hanya menginginkan Aceh mempunyai otonomi yang luas dalam mengatur politik, ekonomi dan social-budaya.
Ternyata penyelesaian masalah aceh secara militer yang berkepanjangan juga menghabiskan dana yang banyak, tidak menyelesaikan masalah, tidak dapat mengahabiskan GAM, dari sisi GAM, perjuangan bersenjata mereka juga tidak membuahkan hasil yang diinginkan. Ditambah lagi adanya momentum yaitu bencana tsunami yang memporak porandakan aceh, pada tanggal 26 desember 2004, yang menelan banyak korban, menghancurkan infrasuktur. Akhirnya pemerintah lndonesia dan GAM serius menyelesaikan masalah Aceh melalui perundingan. Setelah melalui proses yang panjang akhirnya perundingan perdamaian Aceh memasuki babak baru.
Akhirnya terjadilah proses menuju perundingan Helsinski, lalu tercapailah perundingan Helsinski pada tanggal 15 agustus 2005. Dalam perundingan Helsinski tim GAM terdiri atas perdana mentri Malik Mahmud, mentri luar negri Zaini Abdullah, juru bicara Bahtiar Abdullah, pejabat politik Nur Djuli dan Nurdin Abdul Rahman, kemudian ditambah Shadia Marhaban dan Irwandi Yusuf. Delegasi Rl, dipimpin menkumham Hamid Awaludin, Menkominfo Sofyan Djalil, yang merupakan putra asli Aceh, deputi menko kesra dr Farid Husain, dan dua pejabat kementrian luar negri. Perundingan ini membawa hasil yaitu dintandatanganinya MoU antara pemerintah lndonesia dan GAM.
Ketika proses perundinganan dengan GAM, di dalam negeri ada sedikit ketidaksetujuan yaitu oleh beberapa perwira TNI dan beberapa pendapat di parlemen, yang menetang perundingan damai, namun ini dapat diatasi dan tidak mengganggu proses perundingan.
Secara umum, MoU Helsinski ini berisi penyelenggaraan pemerintahan Aceh, partisipasi politik Aceh, hak-hak ekonomi bagi Aceh, pembentukan undang-undang tentang Aceh, penyelesaian masalah pelanggaran HAM, pemberian amnesty dan reintegrasi mantan anggota GAM, pengaturan keamanan. Setelah perundingan ini implementasi hasil perundingan segera dilaksanakan, secara bertahap.
Kesimpulan
Aceh, yang dikenal sebagai serambi mekah, daerah paling barat di lndonesia dengan otonomi khusus. Aceh memiliki sifat kekhasan dalam budaya, yaitu melekatnya islam ke dalam budaya mereka sejak jaman kerajaan. Aceh juga memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah.
Karena pengaturan yang tidak tetap, kekhasan budaya masyarakat aceh dan kekayaan sumber daya alam itulah yang mengakibatkan masalah salah satu diantaranya adalah konflik yang berlarut-larut.
Ketika masa orde lama, aceh sudah pernah mengalami konflik dengan pemerintah pusat. Waktu itu karena kekecewaan, yang disebabkan, Aceh yang banyak berjasa kepada republic lndonesia, dan telah dijanjikan oleh Soekarno akan diberi kebebasan dalam mengatur daerahnya sesuai syariat islam, ketika pembentukan propinsi malah dimasukkan dalam propinsi Sumatra Utara. Pemberontakan ini dipimpin Daud Beureuhreuh, pada awalnya ditumpas secara militer, namun pada akhirnya berakhir dengan damai lalu pemerintah memberikan otonomi khusus pada Aceh dan memberikan kewenangan untuk mengatur daerahnya sesuai adat, dan budayanya yang lekat dengan syariat islam.
Ketika orde baru yang identik dengan pembangunan, acehpun seakan oleh pemerintah di bangun, sumber daya alam, kekayaan alam, sumber ekonomi aceh di olah oleh pemerintah pusat. Sayangnya pengolahan tersebut tidak memuaskan masyarakat aceh, karena hasil ekonomi lebih banyak diangkut ke Jakarta, pembagian yang tidak adil. Masyarakat acehpun memprotesnya, namun aspirasi ini oleh pemerintah tidak digubris malah ditangggapi dengan kekerasan.
Keadaan sosial budaya masyarakat Aceh yang memiliki kekhasan dibandingkan daerah lain di lndonesia, yaitu melekatnya ajaran lslam yang sudah turun-temurun yang diimplementasikan dalam aspek kehidupan mereka. Masyarakat acehpun ingin diberi kekuasaan lebih untuk menerapkan syariat lslam di tanah mereka. Namun oleh pemerintah pusat, hal ini diabaikan, pemerintah cenderung menganggap daerah-daerah di lndonesia disamakan. Dalam hal ini pemerintah terlalu sentralistis.
Setelah orde baru tumbang, pendekatan militer dalam mengatasi masalah aceh, sedikit berkurang, pemerintah juga menggunakan jalur perundingan. Setelah berbagai perundingan gagal, akhirnya pada agustus 2005, terjadilah perundingan Helsinski yang dilakukan di Helsinski, Finlandia, yang menghasilkan MoU Heksinski Perundingan ini sangat monumental dan mengakhiri konflik berkepanjangan di Aceh. Secara umum setelah perundingan tersebut, pengimlementasian dilaksanakan secara bertahap, seperti persentase penarikan pasukan TNI, berbanding dengan penyerahan senjata dari GAM. Kemudian dana reintegrasi bagi mantan anggota GAM, juga bantuan kesejahteraan.
Kini di aceh secara sudah dilaksanakan secara bertahap peraturan sesuai hasil perundingan helsinski seperti otonomi khusus, pembentukan partai local. Partai local yang banyak memperoleh suara adalah partai Aceh yang merupakan transformasi dari KPA(Komisi Peralihan Aceh), yang merupakan wadah bagi para anggota GAM. Gubernur Aceh terpilih, lrwandi Yusuf merupakan bekas tokoh GAM, para mantan anggota GAMpun banyak yang memenangkan pemilihan kepala daerah.
Acehpun secara bertahap melaksanakan hokum islam seperti, pewajiban jilbab, hukuman cambuk bagi penjudi, pelarangan minuman keras, perjudian serta prostitusi, dan masih dalam proses hokum jinayat.
Walaupun secara garis besar konflik besar di Aceh telah selesai, namun bukan berarti masalah aceh akan selesai. Masalah di Aceh masih mengalami berbagai perkembangan sesuai situasi dan kondisi terkini.
Dari masalah Aceh ini dapat dilihat bahwa tiap wilayah di lndonesia memiliki keadaan yang berbeda beda, sehingga untuk mengurusnya diperlukan kebijakan yang berbeda dengan kearifan local budaya setempat. Dari sini terlihat juga pentingnya untuk mempelajari budaya, keadaan sosial masyarakat, sejarah daerah, dari tiap-tiap wilayah di lndonesia untuk merumuskan kebijakan yang tepat dalam mengurusi daerah.
Daftar pustaka
Husain, Farid. 2007. To See the Unseen. Jakarta; Health and Hospital
Awaludin, Hamid. 2008. Damai di Aceh, Catatan Perdamaian RI-GAM di Helsinki,
Jakarta; CSIS
Firawati, Titik. 2010. Proses Perdamaian di Aceh dan Thailand Selatan. Makalah Seminar
Weininger, Elliot B. Chapter 4. Pierre Bourdieu on Social Class and Symbolic Violence.
Siswowiharjo, Tri Agus 2003 GAM; Gerakan Aceh Merdeka. Garba Budaya
Sulaiman, M.Isa 2000. Gerakan Aceh Merdeka; ideology kepemimpinan dan gerakan. Jakarta; Pustaka Al-kautsar
Alfian(ed).1977. Segi-segi Sosial Budaya Masyarakat Aceh. Jakarta;LP3ES
Reid, Anthony.2006 Verendah of Violence; the Bagroud to the Aceh. Singapore University Press and Whasingthon University Press.
Hamid, Ahmad Farhan. 2006. Jalan damai Nangro Endatu; Catatan seorang wakil rakyat. Jakarta;suara bebas
Adit Park, 2015 sejarah konflik Aceh,Media Aceh Global

Tidak ada komentar:

Posting Komentar